Mengenal Ragam Batik Di Museum Danar Hadi Solo
- November 22, 2018
- By Arry Wastuti
- 32 Comments
Bangunan Museum Danar hadi |
Setelah Museum Batik Pekalongan, Museum Geologi Bandung, dan Museum Puro Mangkunegaran Solo, berarti ini adalah museum keempat yang saya kunjungi tahun ini. Bisa dibilang ini adalah rekor, karena biasanya belum tentu setahun sekali saya datang ke museum. Hahaha. Kenapa saya mendadak suka museum? Nggak mendadak sih sebenarnya, dari dulu saya suka mendengar cerita sejarah atau cerita dari masa lalu, dan cerita dari pemandu museum itu menyenangkan sekali untuk didengarkan. Makanya saya menyayangkan kalau ada museum yang tidak menyediakan pemandu. Si Bocah juga sudah mulai suka kalau saya ajak ke museum. Mengamati, dan kalau boleh memegang, benda-benda bersejarah serta mendengarkan cerita dari pemandu, sudah bisa dinikmati sebagai aktifitas yang menyenangkan buat dia.
Tapi saat ke Museum Danar Hadi ini saya memutuskan untuk tidak mengajak Si Bocah dan bersyukur dengan keputusan itu. Kenapa? Karena di dalam museum yang koleksi kain batiknya digelar terbuka tanpa rak atau lemari kaca ini, seluruh koleksinya dilarang untuk disentuh. Kebayang deh betapa tersiksanya Si Bocah berada di dalam ruangan luas dengan banyak benda di dalamnya tapi tidak boleh dia sentuh sama sekali. Haha. Di Museum Batik Pekalongan juga koleksi kainnya tidak boleh disentuh, namun ada beberapa area yang memajang koleksi non-kain yang masih bisa disentuh, bahkan ada tempat untuk praktek membuat batik. Kalau di Museum Danar Hadi ini tidak ada area seperti itu. Isinya full koleksi kain batik semua.
Saya mengunjungi museum ini di hari Minggu pagi. Sempat agak khawatir apakah museum buka tepat waktu di jam 9 pagi, mengingat minggu pagi adalah waktunya car free day di Jl. Slamet Riyadi. Saat saya datang pukul 09.30 ternyata jalanan di depan museum sudah sepi dari pedagang car free day dan museum tetap buka tepat waktu yaitu pukul 09.00 (ini saya ketahui belakangan, setelah mengobrol dengan karyawan museum). Karena kami menginap di Ibis Styles Solo yang jaraknya hanya 300 meter saja dari Museum Danar hadi, jadi menuju ke sini saya tinggal jalan kaki saja.
Dari luar nampak ada beberapa bangunan dalam komplek museum ini. Setelah bertanya pada petugas sekuriti saya berjalan ke arah bangunan paling ujung yang merupakan bangunan museum. Tiket masuk seharga Rp.35.000 bisa dibeli di kasir toko. Area toko yang menjual pakaian dan aneka pernik batik berada di depan bangunan museum. Menurut petugas kasir yang melayani penjualan tiket masuk, di hari lain selain Minggu kita bisa melihat aktifitas pembuatan batik oleh para pembatik. Namun khusus hari Minggu kegiatan tersebut diliburkan.
Pengunjung museum ini mendapat fasilitas didampingi seorang pemandu. Pengunjung individu pun, seperti saya yang datang sendiri, tetap didampingi oleh seorang pemandu. Pemandu yang mendampingi saya hari itu bernama Mas Ghulam. Ia memberi tahu bahwa di dalam museum nanti tidak diperbolehkan untuk memotret karena dikhawatirkan kilatan lampu blitz kamera akan memudarkan warna kain batik (saya belum pernah baca tentang hal ini. Benar nggak sih?). Meski agak kecewa karena pulang nanti saya tidak bisa bawa oleh-oleh foto, tapi ya aturannya begitu, diikuti saja deh.
Di pintu masuk museum Mas Ghulam bertanya apakah saya sedang terburu-buru, karena menurutnya tur di dalam museum akan menghabiskan waktu setidaknya 1,5 jam. Dan saya yang memang hari itu ingin menikmati kunjungan saya di Museum Danar Hadi, akhirnya menghabiskan waktu 1 jam 50 menit di sana. Andai hari itu bukan hari terakhir liburan kami di Solo dan tidak harus segera check out dari hotel, mungkin saya akan menghabiskan waktu lebih lama lagi di sana.
Buat pecinta batik, menyusuri 11 ruangan penuh koleksi kain batik kuno itu rasanya seperti di surga mungkin ya :D Mata tak henti terbelalak kagum memandangi batik-batik kuno yang semuanya berusia lebih dari setengah abad. Wow! Kain-kain batik dengan goresan canting yang halus, khas batik-batik kuno berharga mahal, terhampar indah di depan mata. Sungguh menyenangkan mengamati satu persatu setiap motifnya, membayangkan tangan-tangan pengrajin batik menorehkan malam cair dari canting, lalu terbersit pertanyaan : pernahkah mereka membayangkan bahwa suatu hari karya mereka bisa masuk museum dan diapresiasi oleh banyak orang?
Museum Danar Hadi ini adalah museum pribadi milik Santoso Doellah. Danar Hadi sendiri merupakan nama merek batik yang sudah dikenal masyarakat Indonesia sejak lama. Produksi pertama batik Danar Hadi adalah di tahun 1967. 'Danar Hadi' berasal dari kata 'Danarsih' yang merupakan nama istri Santoso dan 'Hadi' yang merupakan nama bapak mertua Santoso.
Selain sebagai pengusaha batik, Santoso Doellah juga adalah kolektor kain batik. Museum Danar Hadi yang diresmikan pada tahun 2000 ini memiliki lebih dari 10.000 lembar kain batik dan memegang rekor MURI untuk koleksi kain batik terbanyak. Di 11 ruangan di dalam museum ini dipajang sekitar 1200 lembar kain batik. Koleksi batik yang dipajang di museum diganti setiap setahun sekali. Otomatis otak saya menghitung, kalau setiap tahun kita berkunjung, berarti butuh waktu 9 tahunan ya untuk bisa melihat seluruh koleksi museum ini :D
Menurut Mas Ghulam, koleksi museum ini selain koleksi lama milik Pak Santoso juga ada yang merupakan hibah dari sesama kolektor batik, hibah dari kraton, dan ada yang dibeli dari acara lelang. Salah satu ruangan di dalam museum ada yang diberi nama Ruang Adikarya yang isinya adalah koleksi favorit Pak Santoso. Di dalamnya berisi aneka batik bermotif khas Solo, Jogja, dan Cina. Di ruangan lainnya ada kain-kain batik yang terkenal dengan sebutan Batik Sudagaran. Dinamakan demikian karena dibuat oleh para saudagar batik dari Solo. Batik Sudagaran ini memiliki goresan batikan yang bahkan lebih halus daripada batik buatan pembatik kraton. Ternyata ini dikarenakan Batik Saudagaran dibuat dengan tujuan untuk dijual, maka untuk membuat orang tertarik membeli, dibuatlah kain batik yang seindah mungkin.
Dari koleksi kain batik kraton, yang menarik perhatian saya adalah kain batik bermotif Tambal Pamiluto. Motif batik ini unik sekali karena ada sekitar 140 motif berbeda dalam sehelai kain batik tersebut. Menurut cerita Mas Ghulam, kain batik tersebut dipakai di acara-acara kerajaan oleh para pangeran yang belum menikah. Tujuannya adalah sebagai semacam kode bahwa pangeran tersebut masih single and available. Kain batik kraton yang unik lainnya di sana, ada selembar kain batik yang diberi hiasan tambahan berbahan emas. Emas tersebut berbentuk lembaran sangat tipis dan ditempel di kain batik dengan menggunakan perekat putih telur. Tentu saja kain tersebut tidak boleh dicuci dengan air, karena putih telur sebagai perekatnya bisa larut dalam air. Lalu perawatannya bagaimana? Ya hanya dijemur diangin-angin saja, lalu disimpan kembali di lemari dan diberi rempah-rempah pengusir serangga perusak kain.
Batik favorit saya, Batik Tiga Negeri, ada banyak dipajang di sini. Dari berbagai era, dari berbagai keluarga pembatik, semua ada. Puas mata saya memandangi keindahan helai demi helai batik-batik cantik ini. Goresan cantingnya yang halus nampaknya sudah sangat sulit dibuat lagi di zaman sekarang. Entahlah, mungkin karena tingkat kerumitannya dan tidak banyak orang sekarang yang sesabar orang-orang zaman dahulu. Buat saya, setiap helai kain Batik Tiga Negeri kuno itu adalah sebuah masterpiece.
Selain masalah dilarang memotret, ada satu hal lagi yang membuat saya kecewa dari kunjungan ke Museum Batik Danar Hadi kali ini. Jadi begini, sebenarnya tujuan utama saya berkunjung ke sini adalah karena ingin melihat Batik Nusantara, yaitu batik yang digagas oleh presiden Soekarno, dan diwujudkan oleh seniman batik asal Solo, Go Tik Swan Hardjonagoro, di tahun 1955. Waktu berkunjung ke Museum Batik Pekalongan, petugas museum di sana bercerita tentang Batik Nusantara dan menginformasikan bahwa batik tersebut disimpan di Museum Batik Danar Hadi. Sayangnya saat saya tanya Mas Ghulam, ia tidak tahu tentang Batik Nusantara tersebut. Entah batik itu sedang tidak dipamerkan atau Mas Ghulam yang tidak tahu tentang Batik Nusantara. Mau bertanya pada pemandu lain, tapi siang itu hanya saya satu-satunya pengunjung museum, jadi satu-satunya pemandu yang ada ya cuma Mas Ghulam saja. Ya sudahlah, mungkin besok-besok memang saya harus berkunjung lagi ke sini. Hehe.
Tak terasa hampir dua jam saya berkeliling di dalam Museum Danar Hadi. Ruangan terakhir dari 11 ruangan di dalam museum merupakan ruangan paling besar yang tadinya adalah pabrik tempat produksi batik Danar Hadi. Namun sejak tahun 2014 pabrik dipindah ke Pabelan dikarenakan mulai tahun 2014 itu pemerintah kota Solo melarang adanya pabrik di sepanjang Jl. Slamet Riyadi. Di balik pintu keluar ruangan terakhir ternyata bersambung ke area toko Danar Hadi. Untuk yang ingin membeli batik atau merchandise bisa mampir dulu. Kalau saya sih langsung keluar karena buru-buru mau check out hotel. Hehe. Terima kasih banyak Mas Ghulam, hari itu pengetahuan saya tentang batik bertambah, dan sepertinya saya akan kembali berkunjung ke Museum Danar Hadi jika nanti ke Solo lagi.
- arry -
Dari luar nampak ada beberapa bangunan dalam komplek museum ini. Setelah bertanya pada petugas sekuriti saya berjalan ke arah bangunan paling ujung yang merupakan bangunan museum. Tiket masuk seharga Rp.35.000 bisa dibeli di kasir toko. Area toko yang menjual pakaian dan aneka pernik batik berada di depan bangunan museum. Menurut petugas kasir yang melayani penjualan tiket masuk, di hari lain selain Minggu kita bisa melihat aktifitas pembuatan batik oleh para pembatik. Namun khusus hari Minggu kegiatan tersebut diliburkan.
Meja kasir tempat pembelian tiket masuk museum |
Pengunjung museum ini mendapat fasilitas didampingi seorang pemandu. Pengunjung individu pun, seperti saya yang datang sendiri, tetap didampingi oleh seorang pemandu. Pemandu yang mendampingi saya hari itu bernama Mas Ghulam. Ia memberi tahu bahwa di dalam museum nanti tidak diperbolehkan untuk memotret karena dikhawatirkan kilatan lampu blitz kamera akan memudarkan warna kain batik (saya belum pernah baca tentang hal ini. Benar nggak sih?). Meski agak kecewa karena pulang nanti saya tidak bisa bawa oleh-oleh foto, tapi ya aturannya begitu, diikuti saja deh.
Peraturan bagi pengunjung museum, ditempel di sebelah pintu masuk. |
Di pintu masuk museum Mas Ghulam bertanya apakah saya sedang terburu-buru, karena menurutnya tur di dalam museum akan menghabiskan waktu setidaknya 1,5 jam. Dan saya yang memang hari itu ingin menikmati kunjungan saya di Museum Danar Hadi, akhirnya menghabiskan waktu 1 jam 50 menit di sana. Andai hari itu bukan hari terakhir liburan kami di Solo dan tidak harus segera check out dari hotel, mungkin saya akan menghabiskan waktu lebih lama lagi di sana.
Pintu masuk museum. Lewat dari pintu itu, sudah tidak diperbolehkan memotret lagi. |
Buat pecinta batik, menyusuri 11 ruangan penuh koleksi kain batik kuno itu rasanya seperti di surga mungkin ya :D Mata tak henti terbelalak kagum memandangi batik-batik kuno yang semuanya berusia lebih dari setengah abad. Wow! Kain-kain batik dengan goresan canting yang halus, khas batik-batik kuno berharga mahal, terhampar indah di depan mata. Sungguh menyenangkan mengamati satu persatu setiap motifnya, membayangkan tangan-tangan pengrajin batik menorehkan malam cair dari canting, lalu terbersit pertanyaan : pernahkah mereka membayangkan bahwa suatu hari karya mereka bisa masuk museum dan diapresiasi oleh banyak orang?
Museum Danar Hadi ini adalah museum pribadi milik Santoso Doellah. Danar Hadi sendiri merupakan nama merek batik yang sudah dikenal masyarakat Indonesia sejak lama. Produksi pertama batik Danar Hadi adalah di tahun 1967. 'Danar Hadi' berasal dari kata 'Danarsih' yang merupakan nama istri Santoso dan 'Hadi' yang merupakan nama bapak mertua Santoso.
Selain sebagai pengusaha batik, Santoso Doellah juga adalah kolektor kain batik. Museum Danar Hadi yang diresmikan pada tahun 2000 ini memiliki lebih dari 10.000 lembar kain batik dan memegang rekor MURI untuk koleksi kain batik terbanyak. Di 11 ruangan di dalam museum ini dipajang sekitar 1200 lembar kain batik. Koleksi batik yang dipajang di museum diganti setiap setahun sekali. Otomatis otak saya menghitung, kalau setiap tahun kita berkunjung, berarti butuh waktu 9 tahunan ya untuk bisa melihat seluruh koleksi museum ini :D
Menurut Mas Ghulam, koleksi museum ini selain koleksi lama milik Pak Santoso juga ada yang merupakan hibah dari sesama kolektor batik, hibah dari kraton, dan ada yang dibeli dari acara lelang. Salah satu ruangan di dalam museum ada yang diberi nama Ruang Adikarya yang isinya adalah koleksi favorit Pak Santoso. Di dalamnya berisi aneka batik bermotif khas Solo, Jogja, dan Cina. Di ruangan lainnya ada kain-kain batik yang terkenal dengan sebutan Batik Sudagaran. Dinamakan demikian karena dibuat oleh para saudagar batik dari Solo. Batik Sudagaran ini memiliki goresan batikan yang bahkan lebih halus daripada batik buatan pembatik kraton. Ternyata ini dikarenakan Batik Saudagaran dibuat dengan tujuan untuk dijual, maka untuk membuat orang tertarik membeli, dibuatlah kain batik yang seindah mungkin.
Dari koleksi kain batik kraton, yang menarik perhatian saya adalah kain batik bermotif Tambal Pamiluto. Motif batik ini unik sekali karena ada sekitar 140 motif berbeda dalam sehelai kain batik tersebut. Menurut cerita Mas Ghulam, kain batik tersebut dipakai di acara-acara kerajaan oleh para pangeran yang belum menikah. Tujuannya adalah sebagai semacam kode bahwa pangeran tersebut masih single and available. Kain batik kraton yang unik lainnya di sana, ada selembar kain batik yang diberi hiasan tambahan berbahan emas. Emas tersebut berbentuk lembaran sangat tipis dan ditempel di kain batik dengan menggunakan perekat putih telur. Tentu saja kain tersebut tidak boleh dicuci dengan air, karena putih telur sebagai perekatnya bisa larut dalam air. Lalu perawatannya bagaimana? Ya hanya dijemur diangin-angin saja, lalu disimpan kembali di lemari dan diberi rempah-rempah pengusir serangga perusak kain.
Batik favorit saya, Batik Tiga Negeri, ada banyak dipajang di sini. Dari berbagai era, dari berbagai keluarga pembatik, semua ada. Puas mata saya memandangi keindahan helai demi helai batik-batik cantik ini. Goresan cantingnya yang halus nampaknya sudah sangat sulit dibuat lagi di zaman sekarang. Entahlah, mungkin karena tingkat kerumitannya dan tidak banyak orang sekarang yang sesabar orang-orang zaman dahulu. Buat saya, setiap helai kain Batik Tiga Negeri kuno itu adalah sebuah masterpiece.
Selain masalah dilarang memotret, ada satu hal lagi yang membuat saya kecewa dari kunjungan ke Museum Batik Danar Hadi kali ini. Jadi begini, sebenarnya tujuan utama saya berkunjung ke sini adalah karena ingin melihat Batik Nusantara, yaitu batik yang digagas oleh presiden Soekarno, dan diwujudkan oleh seniman batik asal Solo, Go Tik Swan Hardjonagoro, di tahun 1955. Waktu berkunjung ke Museum Batik Pekalongan, petugas museum di sana bercerita tentang Batik Nusantara dan menginformasikan bahwa batik tersebut disimpan di Museum Batik Danar Hadi. Sayangnya saat saya tanya Mas Ghulam, ia tidak tahu tentang Batik Nusantara tersebut. Entah batik itu sedang tidak dipamerkan atau Mas Ghulam yang tidak tahu tentang Batik Nusantara. Mau bertanya pada pemandu lain, tapi siang itu hanya saya satu-satunya pengunjung museum, jadi satu-satunya pemandu yang ada ya cuma Mas Ghulam saja. Ya sudahlah, mungkin besok-besok memang saya harus berkunjung lagi ke sini. Hehe.
Tak terasa hampir dua jam saya berkeliling di dalam Museum Danar Hadi. Ruangan terakhir dari 11 ruangan di dalam museum merupakan ruangan paling besar yang tadinya adalah pabrik tempat produksi batik Danar Hadi. Namun sejak tahun 2014 pabrik dipindah ke Pabelan dikarenakan mulai tahun 2014 itu pemerintah kota Solo melarang adanya pabrik di sepanjang Jl. Slamet Riyadi. Di balik pintu keluar ruangan terakhir ternyata bersambung ke area toko Danar Hadi. Untuk yang ingin membeli batik atau merchandise bisa mampir dulu. Kalau saya sih langsung keluar karena buru-buru mau check out hotel. Hehe. Terima kasih banyak Mas Ghulam, hari itu pengetahuan saya tentang batik bertambah, dan sepertinya saya akan kembali berkunjung ke Museum Danar Hadi jika nanti ke Solo lagi.
- arry -
Museum Danar Hadi
Jl. Brigjen Slamet Riyadi No 261, Sriwedari, Laweyan,
Kota Surakarta, Jawa Tengah, 57141
Telp : 0271 - 714326
32 komentar
Wah, kereen... Main ke museum tu bikin tambah wawasan..piknik berkualitas... 👍👍
BalasHapusAntara piknik berkualitas atau piknik irit mbak. Hahaha
BalasHapusOh ini kunjungan tempo hari yang mba ary bilang ya. Memang sih banyak yang mengeluhkan tak bisa memotret tapi memang cara mereka menjaga kelestarian batik
BalasHapusAda juga yang bilang kalau larangan memotret itu berkaitan dgn hak cipta motif batik. Tapi kenapa kalo blogger yang diundang ke sana boleh motret. Huhuhu. Di situ saya merasa sedih.
HapusBatik danar hadiiiiii, secara harga lumayannn tapi memang bahannya juga lebih alusss adem
BalasHapusSelain bahan, yang bikin mahal itu tekniknya mbak. Batik tulis pasti lebih mahal daripada batik cap. Beda teknik, beda tingkat kerumitan, beda harga jualnya. Hehe.
HapusMenunggu dikirimi mba Arry batik Danar Hadinya loh, tetangga gini kan
BalasHapusKubales ah : fotonya aja, pripun? Hahaha
HapusKemaren ke museum batik di pekalongan, ini udah sampe di museum batik di solo aja.. mantap mak...
BalasHapusBeda bulan itu mbak kunjungannya. Hihi
Hapusaku belom pernah ke museum danar hadi ini, tapi ke tokonya sering hehehe
BalasHapusbesok mau coba ke museumnya ah~~ kayanya menarik juga ngeliat batik-batik disini
Cobain mbak. Siapin waktu minimal 1.5 jam ya, luas soalnya itu museum.
HapusAh, I Love batik. Suka dengan batik jenis apapun yang penting syka coraknya dan enak dipakainya. Btw, jadi ingat mahasiswa saya yang KKL ke Danar Hadi
BalasHapusMungkin aku mahasiswa MakNung yang KKL di Danar Hadi. Yakaliiiiii.....hahaha
Hapusmbak.. pernah ke museum sandi? aq kmrn hbs dr sana.. cb dikunjungi.. sp tw menambah wawasan hunting piknik ke museum
BalasHapusBelum pernah mbak. Siap, kapan2 dikunjungi deh. Di Jogja itu katanya ada 50an museum, tapi yg udah kukunjungi kurang dr 10 mbak. Qiqiqi
HapusIni deket dari rumah Ibu di Solo, tapi aku malah belum pernah ke sana mb. Hehe
BalasHapusNext time ke Solo lagi, sempetin berkunjung mbak :D
HapusKeknya seru ya ajak anak kenalan sama museum batik kaya gini. Nguri uri kabudayan Jawi.
BalasHapusKebudayaan macem2 MakAya, secara batiknya gak cuma dari Jawa aja. Di sini ada dipamerin batik Garutan dan Cirebon juga :D
HapusMbak arri hobi sekali ke museum, nambah pengetahuan ya mbak, besok kalau ke solo kuagendakan kesana lah mbak
BalasHapusRekor sih mbak, tahun ini aku udh mengunjungi 4 museum. Padahal biasanya belum tentu setahun sekali ke museum. Haha
HapusBelum pernah ke sini dan kepingin. Next ke solo kudu diagendakan aah. Trus kalo bawa kamera, harus dititip atau tetep boleh dibawa didalem tas?
BalasHapusBoleh dibawa di dalam tas, mbak.
HapusWah ternyata murah ya. Bisa buat referensi kalau ke Solo.
BalasHapusIyes mbak. Layak kunjung deh kalo lagi main ke Solo :D
HapusUdah ke sini, masuk dan tahu banyak ttg batik. sayangnya foto2ku ga banyak di sini krn dilarang moto.
BalasHapusIya, bikin kecewa ya, nggak boleh motret di dalem :(
HapusRuangannya banyak banget ya Mbak. Aku pas ke sini diizinkan motret, hehe.
BalasHapusHuhuhu curang....yg jalur undangan mah bebas motret2 ya di dalem. Yg jalur standar beli tiket, kagak boleh motret :p
HapusUntung aku ga ikut... Bisa ikutan borong nih, secara pecinta batik 🤣
BalasHapusWah kalo pecinta batik malah kudu dateng nih ke sini :D
HapusKomentar Anda dimoderasi. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya :)
Silakan tinggalkan pesan di kolom komentar dan saya akan membalasnya. Sering-sering berkunjung ya, untuk mengecek dan membaca artikel lainnya di blog ini. Terima kasih. Maturnuwun. Thank you. Danke.