Nonton Keluarga Cemara Tanpa Tisu? Itu Sih Saya
- Januari 14, 2019
- By Arry Wastuti
- 30 Comments
"Jangan lupa bawa tisu yang banyak."
Begitu pesan teman-teman yang sudah menonton Keluarga Cemara sehari sebelumnya. Dan saya pun menurutinya, sebelum berangkat ke bioskop tak lupa memasukkan tisu ke dalam tas. Tapi nyatanya sampai film berakhir, segepok tisu yang saya siapkan dari rumah tidak tersentuh sama sekali. Sepertinya saya tersihir oleh tokoh Abah yang tegar, jadinya sepanjang menonton film pun saya ikut-ikutan tegar. Hehe.
Abah adalah tokoh favorit saya di serial Keluarga Cemara yang ditayangkan di televisi di era 90an. Di serial tersebut Abah digambarkan sebagai orang yang selalu optimis, penuh ajaran kebaikan, dan selalu positif memandang segala sesuatu. Adi Kurdi, pemeran tokoh Abah di serial televisi kala itu, memainkan perannya dengan sangat baik.
Di versi layar lebar, tokoh Abah diperankan oleh Ringgo Agus Rahman, yang kalau menurut saya sih mukanya sudah default kocak, dengan mimik wajah yang melas. Tapi sungguh, bukan karena muka kocak Ringgo yang membuat saya tidak sampai meneteskan air mata saat menonton film ini. Bukan juga karena film ini tidak bagus jadi saya tidak menikmatinya. Jika disuruh memberi nilai, maka saya akan memberikan poin 4.5/5 untuk film ini. Cukup tinggi kan, hampir mendekati sempurna. Eh kenapa tidak 5/5 nilainya? Karena kesempurnaan hanya milik Tuhan semata? Halah. Bukan, bukan begitu. Sabar, nanti saya ceritakan poin minusnya ya. Saya mau cerita dulu, kenapa saya kasih nilai 4.5. Sisanya yang 0.5 kita bahas belakangan saja.
Film yang disutradarai oleh Yandy Laurens ini dibuka dengan kepiluan yang dialami keluarga Abah dan Emak yang semula hidup berkecukupan di Jakarta lalu tiba-tiba jatuh miskin dan terpaksa tinggal di desa. Berbagai penyesuaian tentu harus dilakukan dengan status dan kondisi keuangan seperti itu. Berbagai upaya dilakukan Abah sebagai kepala keluarga untuk menjaga dapur tetap ngebul. Emak, yang tadinya adalah seorang istri dan ibu yang hanya mengurus area domestik rumah tangga, akhirnya terjun membantu mencari tambahan penghasilan. Opak dan becak, dua benda ikonik dari serial televisi Keluarga Cemara ikut tampil di versi layar lebarnya ini. Namun salah satu dari dua benda tersebut kini sudah beralih fungsi, karena menyesuaikan dengan setting film yang berada di masa sekarang, bukan setting tahun 90an.
Hantaman cobaan yang dialami keluarga Abah dan Emak dan gambaran kesusahan yang mereka hadapi pasca jatuh miskin kiranya mampu mengaduk-aduk emosi penonton dan menimbulkan genangan hangat di sudut mata. Namun, ijinkan saya menyampaikan sudut pandang lain saat menonton film Keluarga Cemara ini. Coba kita lihat sisi positifnya dari segala kesusahan yang dialami keluarga Abah. Ketika perusahaan Abah bangkrut dan ia terpaksa memboyong keluarganya pulang ke kampung, saya melihat bahwa Abah justru jadi punya lebih banyak waktu untuk Emak, Euis, dan Ara. Sesuatu yang tadinya sulit Abah berikan saat mereka masih tinggal di Jakarta karena Abah begitu sibuk dengan pekerjaan dan perusahaannya. Emak, yang mungkin awalnya semata-mata karena kepepet, akhirnya malah bisa menggali jiwa kewirausahaan di dalam dirinya lewat produk opak. Euis, anak remaja yang baru tumbuh, bisa menemukan arti persahabatan dan kesetiakawanan lewat perjumpaan dengan teman-teman barunya di desa. Kalau Ara, ah.....gadis cilik ini sepanjang film digambarkan selalu ceria. Celetukan-celetukan polos Ara selalu mampu menerbitkan senyum dan memberikan suntikan semangat untuk anggota keluarga lainnya di tengah cobaan yang mereka hadapi.
Akting para pemain di film ini patut diacungi dua jempol. Ringgo sebagai Abah, tak perlu dibahas lagi ya, aktingnya ciamik. Sedangkan Nirina Zubir yang berperan sebagai Emak, awalnya saya meragukan kemampuan aktingnya. Bukan apa-apa, karakter Novia Kolopaking yang lemah lembut memerankan tokoh Emak di versi serial televisi, image-nya sudah menancap kuat di benak saya. Tapi ternyata keraguan saya terhapus, Nirina mampu mengimbangi akting Ringgo dan terasa pas memerankan tokoh Emak. Zara JKT48 dan Widuri Putri Sasono yang berperan sebagai Euis dan Ara, meskipun keduanya adalah pendatang baru di dunia perfilman, namun mampu menampilkan kualitas akting yang bagus.
Tak cuma tokoh utama, dua pemeran pembantu yang porsi aktingnya cukup banyak di sepanjang film mampu tampil apik memerankan tokoh yang diwakilinya. Penonton dibuat tersenyum sampai ngakak oleh tingkah polah Romli (Abdurahman Wahid) yang ceritanya adalah salah seorang kerabat Abah di desa, dan Ceu Salamah (Asri Welas) yang terkenal sebagai tukang kredit kampung. Dialog dan celetukan dalam Bahasa Sunda yang diucapkan kedua tokoh ini menjadi amunisi lebih sehingga saya bisa tertawa di sepanjang film. Untuk yang tidak mengerti Bahasa Sunda, tak perlu khawatir, karena kalimat-kalimatnya diterjemahkan dalam teks di bagian bawah layar. Namun untuk yang mengerti Bahasa Sunda, tentu greget gerrrrr-nya akan berbeda. Saya sendiri auto ngakak tiap kali Romli dan Ceu Salamah mengucapkan dialog-dialog dalam Bahasa Sunda. Akting keduanya sungguh kocak dan menghibur. Oh ya, jika ada yang memperhatikan poster film Keluarga Cemara, dimanakah Agil, putri bungsu Abah dan Emak? Kok tidak ada di poster? Jawabannya ada di bagian akhir film. Kalau kamu penasaran, jangan lewatkan nonton filmnya di bioskop ya ;)
Yang juga patut diacungi jempol adalah Yandy Laurens, sang sutradara. Debut perdana Yandy di layar lebar lewat Keluarga Cemara menuai banyak pujian, meski awalnya banyak yang meragukan bagaimana seorang sutradara yang belum berkeluarga bisa menghasilkan film keluarga yang bagus. Namun Yandy bukanlah sutradara biasa. Lulusan Institut Kesenian Jakarta ini kerap membuat film-film pendek bertema keluarga. Tak main-main, salah satu karyanya, film pendek berjudul Wan An, berhasil memenangkan tiga penghargaan sekaligus di XXI Short Film Festival 2013. Kabar terakhir dari akun Instagram @filmkeluargacemara, film layar lebar Keluarga Cemara besutan Yandy saat ini mendapatkan 11 nominasi di Piala Maya 7. Piala Maya adalah sebuah ajang penghargaan dari dunia maya untuk para insan perfilman Indonesia yang digelar sejak tahun 2012. Pengumuman Piala Maya 7 ini akan berlangsung pada 19 Januari 2019. Kita doakan ya, semoga Fim Keluarga Cemara mampu memboyong banyak piala.
Demikian poin-poin plus di film layar lebar Keluarga Cemara yang membuat saya memberinya nilai 4.5/5. Sedikit kekurangan yang saya amati pada film ini, tak jauh beda dengan penilaian saya terhadap kebanyakan film-film Indonesia lainnya, yaitu kurangnya attention to detail. Sebagai contoh, setting waktu di film ini kurang lebih adalah satu tahun, namun terasa janggal saat saya amati rambut Emak sama sekali tidak berubah sejak awal hingga akhir film. Tidak terlihat bertambah panjang, juga tidak bertambah pendek dengan model yang berbeda, misalnya. Tanpa bermaksud membuat perbandingan yang menyudutkan, jika boleh mengambil contoh, saya selalu kagum dengan detil yang ditampilkan dalam film Cast Away yang dibintangi oleh Tom Hanks. Pengambilan gambar yang melibatkan sang tokoh utama di film itu konon sempat dihentikan hingga berbulan-bulan lamanya karena menunggu Hanks menggemukkan badannya. Mengapa? Karena di dalam skrip film dicantumkan bahwa tubuh Chuck Noland (tokoh yang diperankan oleh Tom Hanks) menjadi gemuk dan lebih gempal setelah bertahun-tahun terdampar sendirian di pulau tak berpenghuni. Sampai segitunya ya mereka membuat detil yang menghasilkan gambaran yang natural dalam rangkaian adegan film.
Maka masukan saya untuk para sineas Indonesia, terutama yang menggarap genre drama, sudah saatnya untuk lebih memperhatikan detil dalam film-film garapannya. Saat menonton film drama, penonton punya waktu lebih lama untuk mengamati detil dan hal-hal kecil yang mungkin sepintas terasa remeh. Berbeda sekali dengan saat kita menonton film action di mana adegan demi adegan bergerak dengan cepat dan seringkali sulit untuk diamati detilnya. Besar harapan saya, bukan hanya sebatas mimpi, suatu saat nanti semua film Indonesia yang saya tonton bisa saya beri nilai sempurna 5/5. Kembali ke film Keluarga Cemara, terlepas dari sedikit poin minus versi saya, film ini sangat saya rekomendasikan untuk ditonton seluruh keluarga Indonesia. Pesan moral mendalam yang saya saksikan di film ini tentang kerja keras, tanggung jawab seorang kepala keluarga, komunikasi dua arah antara anak dan orangtua, dan rasa optimis menjalani hidup, mampu menghadirkan kehangatan di relung jiwa dan membuat kita selalu ingat untuk #KembalikeKeluarga.
- arry -
30 komentar
Ya ampuuuun mbak aku belum juga ada kesempatan nonton, waktu itu dipamerin mesha juga pas bikin review sehabis nonton sama teman kjog, ah tambah mupeng lagi nih.. kapan ya hiks
BalasHapusNonton deh mbak, bagus filmya. Gak rugi, beneran.
HapusAku juga belum kesampaian nonton film ini. banyak yg bilang ini filmnya bagus and bikin mewek :) makasih reviewnya. aku lebih suka baca review and spoilernya dulu jadi bisa mutusin nonton apa gaknya :)
BalasHapusTermasuk #timSpoiler berarti ya mbak. Hihi
HapusAku dah nonton dan enggak nyesel ajak anak-anak karena pesan moralnya banyak.
BalasHapusSetuju dengan poin plusnya..Dan untuk detilnya bener banget, itu juga selain enggak nambah panjangnya juga rambut dan alis Emak masih oke banget..kwkwkw. Padahal kan dah enggak bisa nyalon yaaak!
Terus anakku yang dah SMP nanya, pas Abah kakinya sakit hidupnya darimana, Buk? Dari opak...Dia kelihatan bingung, wong opaknya cuma setengah plastik besar...kirain beberapa karung gitu
Dan adalagi...kenapa anak-anak baru tahu kalau itu rumah warisan Abah dari Kaki Nini? Padahal kan Bogor - Jakarta deket ya..Kenapa enggak dari dulu diajakin ke situ
Lah, kepanjangan komennya..hahaha.Tapi di luar itu semua, sukaaaa karena pesannya #KembaliKeKeluarga
Untuk anak yg lebih besar, bagian yg kurang masuk akalnya, kerasa banget ternyata ya mbak :D
HapusKomenku hampir sama sih dengan mbak Dian Restu. Tentang rambut emak yang gak berubah dan rumah di kampung yang anak-anak baru tau. Masa iya, mereka gak pernah mudik, kunjungi kakek neneknya semasa hidup? Hehe..
BalasHapusHehe.....kerasa janggal gitu ya mbak :D
Hapusdalam setahun rambut panjang berapa cm? signifikan apa enggak? jadi mikirin ini lho.
BalasHapusKalau membandingkan dengan diri sendiri, saya biasanya dalam 2-3 bulan sudah harus potong rambut mbak. Nambah panjangnya signifikan banget soalnya, panjang bikin gerah. Dan itu rambut saya gak pake perawatan apa-apa, alias panjang alami aja.
HapusJangankan film, drama atau sinetron Indonesia saja kurang memperhatikan detail yang mungkin kecil tapi akan terlihat padahal berbulan-bulan atau bertahun-tahun selesainya :)
BalasHapusKu nggak sempat nonton film ini, pas jamnya anak-anak les dan bimbel, nonton sendiri nggak tega sama anak-anak.
Kalau sinetron sih banyak banget yg anehnya mbak, sampai males mbahasnya juga. Hihi.
Hapusah iya bener mba yang detail film Cast Away mantap yah mungkin next film Indonesia juga sampe totalitas banget..btw kulihat cuplikannya kalo ga salah itu anaknya ada 3 bukan klo versi old?yg sekarang jadi cuman 2 doang Euis sama Ara?harusnya ada Agil klo ga salah eheheh
BalasHapusSudah nonton filmnya belum mbak? Di bagian akhir film baru ketauan deh Agilnya ada di mana. Hihi
HapusAku belum nonton film ini mbak dan nggak yakin bisa nonton apa enggak. Anaknya gampang mewek soalnya, males kalau keluar dari bioskop mata bengkak kebanyakan nangis hihi.
BalasHapusTenang mbak, banyak temennya ko itu di bioskop, yg gampang mewek. Hehe
Hapushoree saya jg sudah nonton. overall bagus meski mmg msh kurang di detail. to saya juga ga bisa sih kalo suruh bikin film hahaha
BalasHapusIya mbak, dari segi jalan cerita dan akting pemain-pemainnya emang bagus.
HapusYang penting pesan moral nya semoga sampe ke penontonnya. Meski kekurangan, tetap saling menjaga, bertanggung jawab sebagai kepala keluarga, dan saling menyayangi. Jangan sampe bertengkar karena masalah duit yaa
BalasHapusIyesss....setuju mbak
HapusHeheee bener juga sih. Itu rambut, alis & kulit muka tetep heitz yaak.. kalo kaya kita mah ga usah nunggu bangkrut abis2an gitu, sebulan aja tanpa pelembab udah kliatan kucelnya wkwkwkk. Kayanya memang film ini fokus ke pesan moralnya yaa, jadi details masih kurang diperhatikan :))
BalasHapusBahahaha.....bener banget lah itu, muka kucel kalo tak berpelembab :))))
HapusKalo di film ini anaknya cuma 2 ya. Kalo di sinetronnya kan anaknya banyak ya *seinget saya.
BalasHapusAnaknya 3 mbak. Di film layar lebar juga 3, tapi yg ketiga munculnya pas........... Ah nonton sendiri aja ya mbak. Ntar jadi spoiler. Hahaha
HapusAku juga termasuk tuh yang memperhatikan hal remeh seperti itu.
BalasHapusMisalnya adegan bangun tidur, eh tapi artis/aktornya full make up.
Duh... fatal banget menurutku.
Atau sebelumnya ada adegan baju kena tumpahan kuah, eh masih dalam scene yang sama tiba-tiba noda kuah di baju mendadak hilang.
Untuk film-film bergenre drama, kita jadi punya banyak waktu untuk merhatiin hal-hal kecil nan remeh ini ya mbak. Dan jadinya agak mengganggu sih. Lain kalau genre-nya action, mungkin yg beginian udah kagak bakal teramati lagi :D
HapusKeren juga ya debutan pertama Yandy ini udah mengantongi banyak nominasi.
BalasHapusInti cerita keluarga Cemara ini selalu menyenangkan untuk diikuti. Jaman masih main di televisi dulu, serial ini menjadi salah satu yang kutunggu untuk ditonton.
Toss mbak, itu serial favorit saya juga di TV :D
HapusAaaa... rada nyesel kemarin nggak sempet nonton film ini. Padahal udah ikutan nge-hype sejak denger berita mau rilis, tapi pas udah keluar malah nggak sempet ke bioskop... Hiks...
BalasHapusTinggal sekarang bingung mau, klo mau nonton gimana nih hehe
Iya ya, agak susah nyari film Indonesia kalau sudah nggak tayang di bioskop. Nunggu DVD nya muncul kali ya mbak? Atau nunggu tayang di TV. Hihi.....lamaaaa :D
HapusKomentar Anda dimoderasi. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya :)
Silakan tinggalkan pesan di kolom komentar dan saya akan membalasnya. Sering-sering berkunjung ya, untuk mengecek dan membaca artikel lainnya di blog ini. Terima kasih. Maturnuwun. Thank you. Danke.