"Ya....bagus."
Hari minggu sore di era 80an, anak-anak berkumpul di depan televisi menyaksikan acara Gemar Menggambar yang ditayangkan di TVRI. Jangan tanya stasiun tv lain, waktu itu TVRI cuma satu-satunya stasiun televisi yang ada di negara kita :D Saya termasuk anak yang sangat menantikan acara ini. Menunggu dengan senang bagian akhir acara di mana sosok seorang bapak berkacamata dan mengenakan baret hitam memamerkan sejumlah karya gambar anak-anak dan selalu mengakhiri kalimatnya dengan ucapan, "Ya....bagus."
Anak-anak generasi 80-90's pasti tahu sosok berkacamata dan berbaret hitam yang jago menggambar ini. Gambar yang dibuatnya selalu diawali dengan bentuk-bentuk sederhana, yang akhirnya membuat kita berpikir bahwa menggambar itu tidaklah sesulit yang dibayangkan. Tino namanya, Sidin nama ayahnya. Tino bin Sidin. Tino Sidin. Pak Tino Sidin, demikian kami, anak-anak era 80an, memanggil namanya.
Masa kecil hingga masa sekolah Pak Tino Sidin dihabiskan di Tebing Tinggi, hingga pada tahun 1946 ia hijrah ke Pulau Jawa. Pada masa awal kemerdekaan kondisi negara sangatlah tidak stabil sehingga kegiatan belajar di sekolah juga tidak berjalan lancar. Saat itu banyak siswa kelas menengah yang bergabung dalam kemiliteran dalam rangka mempertahankan kedaulatan negara, dan Pak Tino Sidin adalah satu diantaranya. Bersama dengan seorang sahabat, Ali Mardan, ia bergabung dalam Tentara Pelajar dan ditugasi menjadi "onder gronsche actie", aksi bawah tanah alias pekerjaan spionase. Di Pulau Jawa, Pak Tino Sidin menuju ke kota Yogyakarta. Sambil menjalankan tugas kemiliterannya di Tentara Pelajar, ia juga berkeinginan untuk memperdalam ilmu dan teknik menggambarnya. Yogyakarta adalah kota yang ia tuju karena di sanalah pusat perguruan Taman Siswa berada.
Pak Tino Sidin mulai mengajar menggambar pada tahun 1968, dan pada tahun 1969 mendapat tawaran untuk mengajar menggambar di TVRI Stasiun Yogyakarta. Di tahun 1979 acara Gemar Menggambar di TVRI Stasiun Yogyakarta diunggah ke siaran nasional di TVRI Stasiun Pusat Jakarta. Di tahun yang sama ia mendapat Surat Tugas dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan untuk menjadi penatar guru gambar di seluruh provinsi di Indonesia. Mulai saat itu popularitas Pak Tino Sidin menanjak di kalangan nasional. Gaya menggambar Pak Tino Sidi yang khas dan unik bukan hanya mendatangkan pujian namun juga kritik. Beberapa pelukis pada masa itu mengkritik bahwa Pak Tino Sidin "melanggar" kaidah-kaidah melukis seperti pelajaran tentang perspektif. Namun menurut Pak Tino Sidin, ia mengajari anak-anak untuk senang dan menyukai aktivitas menggambar, agar anak-anak tidak takut menarik garis saat menggambar, dan bukannya mengajari mereka untuk menjadi pelukis.
Pak Tino Sidin meninggal dunia di RS Dharmais Jakarta pada tanggal 29 Desember 1995. Jenazahnya dikebumikan di makam Kwarasan, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, yang lokasinya tidak jauh dari rumahnya. Pada 19 Januari 2003 ketika istri Pak Tino Sidin, Ibu Nurhayati, meninggal dunia, banyak warga sekitar yang melayat. Pada saat layatan tersebut, ketua RT setempat yang menjabat pada waktu itu, Sumaryanto Marzuki, mengemukakan bahwa Pak Tino Sidin merupakan sosok yang akrab dengan masyarakat sekitar. Meskipun sudah terkenal secara nasional namun sosok Pak Tino Sidin tetap sederhana dan bersahaja. Kala itu sejumlah warga membahas bagaimana sebaiknya membuat tokoh Tino Sidin yang merupakan warga Kadipiro bisa dikenang sebagai "aset Kadipiro". Saat itulah diusulkan supaya jalan raya di depan rumah Pak Tino Sidin yang masuk ke dalam wilayah Kadipiro dibeli nama Jalan Tino Sidin. Pihak keluarga menyetujui dan berharap usulan tersebut bisa diproses secara resmi. Sejak saat itu hingga sekarang, jalan raya di depan rumah Pak Tino Sidin yang membujur dari Jl. Wates ke arah utara masuk wilayah Kampung Kadipiro, diberi nama Jl. Tino Sidin.
Memanfaatkan sebagian ruangan di rumah yang pernah ditinggali Pak Tino Sidin, Ibu Titik membuka Taman Tino Sidin pada tahun 2014. Nama ini diambil karena semasa hidupnya Pak Tino Sidin pernah berujar bahwa ia ingin memiliki Taman Tino Sidin karena terinspirasi dari nama Taman Ismail Marzuki. Pada tahun 2015 museum ini mendapat dana revitalisasi dari pemerintah lewat Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Selama proses revitalisasi museum ditutup untuk kunjungan umum dan baru dibuka kembali pada tahun 2016. Dengan membayar tarif masuk Rp.5000/orang, masyarakat umum sudah bisa masuk ke dalam museum dan melihat-lihat koleksi di dalamnya. Museum buka setiap hari Senin-Sabtu, sementara hari Minggu museum dibuka hanya dengan perjanjian sebelumnya.
Menurut Ibu Titik, konsep museum ini adalah homey, tidak berjarak, jadi seperti di rumah sendiri. Museum dan rumah memang bergabung jadi satu, namun berbeda area. Rumah Pak Tino Sidin ini sekarang ditempati oleh Bu Titik dan salah seorang kakaknya. Bagian utara rumah difungsikan sebagai tempat tinggal, sementara bagian selatannya adalah area museum. Di museum ini dipajang karya-karya Pak Tino Sidin berupa 115 sketsa hitam putih, 35 sketsa cat dan spidol, dan sekitar 31 lukisan dengan teknik cat minyak dan cat acrylic. Koleksi lainnya berupa serial buku menggambar dan komik. Selain itu juga ada koleksi pribadi Pak Tino Sidin berupa benda-benda memorabilia termasuk baret dan kacamata yang menjadi ciri khas beliau, testimoni para sahabat, aneka foto, dan surat-surat pribadi.
Di museum ini juga ada sanggar gambarnya lho. Untuk anak-anak jadwalnya setiap hari Rabu dan untuk umum (usia di atas 13 tahun) setiap hari Jumat, keduanya di jam yang sama yaitu pukul 16.00-17.30 WIB. Untuk informasi lengkap mengenai sanggar gambar bisa menghubungi Ibu Titik 081215301188, Mbak Savi 085228638170, atau Mbak Iin 082243274476. Andai jaraknya tidak jauh dari rumah, saya ingin sekali mendaftarkan Si Bocah di sanggar gambar Taman Tino Sidin, biar anak Gen Z ini turut merasakan serunya menggambar dengan metode Pak Tino Sidin. Namun sayangnya rumah kami berjarak cukup jauh dari museum ini.
Selain sanggar gambar, di museum ini juga diselengarakan aneka kegiatan berupa :
Anak-anak generasi 80-90's pasti tahu sosok berkacamata dan berbaret hitam yang jago menggambar ini. Gambar yang dibuatnya selalu diawali dengan bentuk-bentuk sederhana, yang akhirnya membuat kita berpikir bahwa menggambar itu tidaklah sesulit yang dibayangkan. Tino namanya, Sidin nama ayahnya. Tino bin Sidin. Tino Sidin. Pak Tino Sidin, demikian kami, anak-anak era 80an, memanggil namanya.
Replika lukisan wajah Pak Tino Sidin yang dilukis oleh pelukis kenamaan Indonesia, Basuki Abdullah. Lukisan ini diletakkan di lantai 1 Taman Tino Sidin. |
Profil Pak Tino Sidin
Pak Tino Sidin lahir di Tebing Tinggi, 25 November 1925. Ayahnya berasal dari Cepit, Bantul, sementara ibunya berasal dari Muntilan. Rupanya Pak Tino Sidin ini seorang Pujakesuma, putra Jawa kelahiran Sumatera. Pada masa pasca perang Diponegoro, kakek buyut Pak Tino Sidin termasuk salah satu yang dikirim oleh pihak Belanda ke Sri Lanka untuk menjadi pekerja di perkebunan teh, namun entah kenapa dibatalkan dan kapal mereka dilabuhkan di pantai Sumatera bagian timur atau yang sekarang termasuk ke dalam wilayah Sumatera Utara.Masa kecil hingga masa sekolah Pak Tino Sidin dihabiskan di Tebing Tinggi, hingga pada tahun 1946 ia hijrah ke Pulau Jawa. Pada masa awal kemerdekaan kondisi negara sangatlah tidak stabil sehingga kegiatan belajar di sekolah juga tidak berjalan lancar. Saat itu banyak siswa kelas menengah yang bergabung dalam kemiliteran dalam rangka mempertahankan kedaulatan negara, dan Pak Tino Sidin adalah satu diantaranya. Bersama dengan seorang sahabat, Ali Mardan, ia bergabung dalam Tentara Pelajar dan ditugasi menjadi "onder gronsche actie", aksi bawah tanah alias pekerjaan spionase. Di Pulau Jawa, Pak Tino Sidin menuju ke kota Yogyakarta. Sambil menjalankan tugas kemiliterannya di Tentara Pelajar, ia juga berkeinginan untuk memperdalam ilmu dan teknik menggambarnya. Yogyakarta adalah kota yang ia tuju karena di sanalah pusat perguruan Taman Siswa berada.
Pak Tino Sidin mulai mengajar menggambar pada tahun 1968, dan pada tahun 1969 mendapat tawaran untuk mengajar menggambar di TVRI Stasiun Yogyakarta. Di tahun 1979 acara Gemar Menggambar di TVRI Stasiun Yogyakarta diunggah ke siaran nasional di TVRI Stasiun Pusat Jakarta. Di tahun yang sama ia mendapat Surat Tugas dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan untuk menjadi penatar guru gambar di seluruh provinsi di Indonesia. Mulai saat itu popularitas Pak Tino Sidin menanjak di kalangan nasional. Gaya menggambar Pak Tino Sidi yang khas dan unik bukan hanya mendatangkan pujian namun juga kritik. Beberapa pelukis pada masa itu mengkritik bahwa Pak Tino Sidin "melanggar" kaidah-kaidah melukis seperti pelajaran tentang perspektif. Namun menurut Pak Tino Sidin, ia mengajari anak-anak untuk senang dan menyukai aktivitas menggambar, agar anak-anak tidak takut menarik garis saat menggambar, dan bukannya mengajari mereka untuk menjadi pelukis.
Pak Tino Sidin meninggal dunia di RS Dharmais Jakarta pada tanggal 29 Desember 1995. Jenazahnya dikebumikan di makam Kwarasan, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, yang lokasinya tidak jauh dari rumahnya. Pada 19 Januari 2003 ketika istri Pak Tino Sidin, Ibu Nurhayati, meninggal dunia, banyak warga sekitar yang melayat. Pada saat layatan tersebut, ketua RT setempat yang menjabat pada waktu itu, Sumaryanto Marzuki, mengemukakan bahwa Pak Tino Sidin merupakan sosok yang akrab dengan masyarakat sekitar. Meskipun sudah terkenal secara nasional namun sosok Pak Tino Sidin tetap sederhana dan bersahaja. Kala itu sejumlah warga membahas bagaimana sebaiknya membuat tokoh Tino Sidin yang merupakan warga Kadipiro bisa dikenang sebagai "aset Kadipiro". Saat itulah diusulkan supaya jalan raya di depan rumah Pak Tino Sidin yang masuk ke dalam wilayah Kadipiro dibeli nama Jalan Tino Sidin. Pihak keluarga menyetujui dan berharap usulan tersebut bisa diproses secara resmi. Sejak saat itu hingga sekarang, jalan raya di depan rumah Pak Tino Sidin yang membujur dari Jl. Wates ke arah utara masuk wilayah Kampung Kadipiro, diberi nama Jl. Tino Sidin.
Taman Tino Sidin
Adalah putri bungsu Pak Tino Sidin, Titik Tino Sidin, yang memiliki ide untuk membuat sebuah museum kecil sebagai tetenger (bahasa Jawa, artinya pengingat) untuk melestarikan karya dan warisan seni Pak Tino Sidin. Selain juga sebagai wadah pengembangan kreativitas anak-anak, yang merupakan semangat dan cita-cita Pak Tino Sidin selama hidupnya.Benda-benda memorabilia milik Pak Tino Sidin yang masih dirawat oleh keluarganya |
Memanfaatkan sebagian ruangan di rumah yang pernah ditinggali Pak Tino Sidin, Ibu Titik membuka Taman Tino Sidin pada tahun 2014. Nama ini diambil karena semasa hidupnya Pak Tino Sidin pernah berujar bahwa ia ingin memiliki Taman Tino Sidin karena terinspirasi dari nama Taman Ismail Marzuki. Pada tahun 2015 museum ini mendapat dana revitalisasi dari pemerintah lewat Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Selama proses revitalisasi museum ditutup untuk kunjungan umum dan baru dibuka kembali pada tahun 2016. Dengan membayar tarif masuk Rp.5000/orang, masyarakat umum sudah bisa masuk ke dalam museum dan melihat-lihat koleksi di dalamnya. Museum buka setiap hari Senin-Sabtu, sementara hari Minggu museum dibuka hanya dengan perjanjian sebelumnya.
Baret dan kacamata, dua benda yang menjadi kekhasan gaya Pak Tino Sidin. |
Buku-buku karya Pak Tino Sidin. Beberapa buku ini sekarang diduplikasi dan bisa dibeli di Taman Tino Sidin. |
Merchandise yang dijual di Taman Tino Sidin. Bisa dibeli oleh pengunjung yang ingin mengoleksi. |
Menurut Ibu Titik, konsep museum ini adalah homey, tidak berjarak, jadi seperti di rumah sendiri. Museum dan rumah memang bergabung jadi satu, namun berbeda area. Rumah Pak Tino Sidin ini sekarang ditempati oleh Bu Titik dan salah seorang kakaknya. Bagian utara rumah difungsikan sebagai tempat tinggal, sementara bagian selatannya adalah area museum. Di museum ini dipajang karya-karya Pak Tino Sidin berupa 115 sketsa hitam putih, 35 sketsa cat dan spidol, dan sekitar 31 lukisan dengan teknik cat minyak dan cat acrylic. Koleksi lainnya berupa serial buku menggambar dan komik. Selain itu juga ada koleksi pribadi Pak Tino Sidin berupa benda-benda memorabilia termasuk baret dan kacamata yang menjadi ciri khas beliau, testimoni para sahabat, aneka foto, dan surat-surat pribadi.
Beberapa lukisan cat air karya Pak Tino Sidin |
Ruang display di lantai 2 |
Ruang display di lantai 2 |
Ruang display di lantai 2 |
Di museum ini juga ada sanggar gambarnya lho. Untuk anak-anak jadwalnya setiap hari Rabu dan untuk umum (usia di atas 13 tahun) setiap hari Jumat, keduanya di jam yang sama yaitu pukul 16.00-17.30 WIB. Untuk informasi lengkap mengenai sanggar gambar bisa menghubungi Ibu Titik 081215301188, Mbak Savi 085228638170, atau Mbak Iin 082243274476. Andai jaraknya tidak jauh dari rumah, saya ingin sekali mendaftarkan Si Bocah di sanggar gambar Taman Tino Sidin, biar anak Gen Z ini turut merasakan serunya menggambar dengan metode Pak Tino Sidin. Namun sayangnya rumah kami berjarak cukup jauh dari museum ini.
Selain sanggar gambar, di museum ini juga diselengarakan aneka kegiatan berupa :
- Sarasehan seni budaya.
- Workshop kreativitas.
- Pelatihan guru tingkat Pra-Sekolah dan jenjang di atasnya.
- Apresiasi seni dan budaya melalui pameran, presentasi karya, lomba, dan bedah buku.
- Kegiatan Bulan Tino Sidin setiap bulan November untuk memperingati hari ulang tahun Pak Tino Sidin yang jatuh pada tanggal 25 November.
Perpustakaan mini di lantai 3 |
Berkunjung Ke Taman Tino Sidin Bersama Komunitas Malamuseum
Jadi ceritanya saya dan Si Bocah berkunjung ke Taman Tino Sidin ini karena ikutan acaranya komunitas Malamuseum, yaitu Kids In Museum. Ini adalah kali kedua Si Bocah ikut Kids In Museum. Yang pertama dulu kunjungannya ke Museum Mata dr. Yap. Komunitas yang pendiriannya digawangi oleh Mas Erwin Djunaidi (Instagram : @erwindeje) ini cukup sering menyelenggarakan kegiatan yang berkaitan dengan kunjungan ke museum dan tempat-tempat bersejarah yang ada di Yogyakarta. Saya sendiri sudah beberapa kali mengikuti Kelas Heritage yang diselenggarakan komunitas ini. Seru, karena saya jadi tahu lebih dalam mengenai kota bakpia tercinta yang saya tinggali beberapa tahun terakhir ini. Yang ingin tahu kegiatan apa saja yang akan diselenggarakan komunitas ini bisa intip akun Instagram mereka : @malamuseum. Di sana selalu di-update infonya.
Di hari Minggu pagi itu acara Kids In Museum dibuka dengan sambutan dari Mas Erwin dan Ibu Tititk. Acara ini diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Dongeng Internasional yang jatuh pada tanggal 20 Maret. Berkaitan dengan hal ini, acara kami pada hari itu akan diisi dengan workshop dan game seru untuk anak-anak, dan sebagai bonus, ada juga workshop menggambar untuk kami para ortu yang mendampingi anak-anak hari itu.
Seusai sambutan, kami langsung diajak berkeliling area museum. Didampingi oleh Mbak Savi dari Taman Tino Sidin, kami mengamati tiap sudut museum 2 lantai ini. Sebenarnya bangunan museum ini terdiri dari 3 lantai, namun lantai ketiga hanya berisi perpustakaan mini. Sementara ruangan display museum berada di lantai 1 dan 2 saja. Di lantai 1 diletakkan koleksi benda-benda memorabilia milik Pak Tino Sidin, dan juga foto-foto berbagai kegiatan yang dilakukan Pak Tino Sidin. Ternyata semasa hidupnya Pak Tino Sidin pernah bermain film lho. Rupanya beliau jago akting juga.
Di lantai 2 kita bisa menyaksikan berbagai karya gambar dan lukisan Pak Tino Sidin. Seperti sudah saya sebutkan di atas tadi, di museum ini terdapat 115 sketsa hitam putih, 35 sketsa cat dan spidol, dan sekitar 31 lukisan dengan teknik cat minyak dan cat acrylic. Yang menarik perhatian saya adalah sketsa hitam putih yang dibuat Pak Tino Sidin. Banyak di antara sketsa tersebut yang dibuat untuk mendokumentasikan kegiatan yang diikuti oleh beliau. Jadi alih-alih menggunakan kamera untuk mengabadikan kegiatannya, Pak Tino Sidin membuat sketsa menggunakan spidol. Aih....keren sekali. Oh ya, di awal tur Mbak Savi memperingatkan bahwa kami diijinkan memotret di dalam museum namun tidak diperbolehkan menggunakan lampu kilat.
Selesai tur berkeliling museum, kelompok anak-anak dan orangtua dipisah. Anak-anak diajak ke lantai 2, sedangkan para ortu di lantai 1. Di lantai 1 kami diajak menggambar dengan dibimbing oleh Pak Tino Sidin. Hah? Kok bisa? Tentu bisa, karena Pak Tino Sidin mengajari kami lewat tayangan video. Hehe. Video ini adalah rekaman acara Gemar Menggambar yang dulu ditayangkan TVRI, dan merupakan satu-satunya video yang dimiliki oleh Taman Tino Sidin. Menurut Bu Titik, rekaman acara Gemar Menggambar sebenarnya masih disimpan lengkap oleh pihak TVRI, namun mereka kesulitan untuk memidahkannya ke dalam bentuk digital yang kompatibel dengan perangkat pemutar video yang ada saat ini. Dalam 10 tahun ini baru 1 video yang berhasil dipindahkan sehingga hanya video tentang menggambar burung inilah satu-satunya yang dimiliki oleh Taman Tino Sidin. Dikarenakan masalah hak cipta, kami dilarang merekam video tersebut selama ditayangkan, namun diperbolehkan untuk memotret.
Rasanya nostalgia sekali bisa menyaksikan Pak Tino Sidin beraksi di layar kaca. Serasa kembali ke era 80an di mana tiap Minggu sore saya sudah duduk manis di depan tv menunggu acara Gemar Menggambar. Kami diberi kertas, spidol, dan krayon, lalu praktek menggambar dengan mengikuti petunjuk dari Pak Tino Sidin di layar tv di hadapan kami. Berkali-kali Pak Tino Sidin "menyemangati" kami supaya tidak takut menarik garis dan membuat lengkungan. Bahkan di video tersebut ditunjukkan Pak Tino Sidin salah membuat coretan, namun ada saja cara beliau menyamarkan kesalahan tersebut sehingga tidak terlihat mengganggu. Hari itu kami menggambar tiga jenis burung dibawah arahan Pak Tino Sidin. Sebenarnya masih ada gambar keempat, tapi sebagian besar peserta merasa sudah cukup menggambar tiga gambar saja. Capek kalau saya sih, harus menjaga garis dan lengkungan yang saya buat supaya tidak salah. Lha wong kami menggambar menggunakan spidol, ya tidak bisa dihapus kan kalau ada kesalahan. Kalau Pak Tino Sidin sih salah menarik garis bisa langsung memperbaiki, sedangkan saya cuma bisa bingung garuk-garuk kepala kalau garisnya salah. Hahaha.
Lalu, apa ya yang dikerjakan anak-anak di lantai 2? Di perjalanan pulang dan di rumah Si Bocah bercerita bahwa anak-anak diajak mendongeng, bernyanyi sambil berjoget, dan menggambar.
"Aku nggak mau ikutan nyanyi sama jogetnya, soalnya terlalu kekanak-kanakan."
Hahaha.....baiklah, untuk si pra-remaja ini rupanya tidak semua kegiatannya cocok buat dia. Tapi sungguh dia sangat menyukai kegiatan kunjungan ke museum, sama antusiasnya seperti saat kami mengunjungi Museum Geologi Bandung, atau ketika kami berkunjung ke Museum Batik Pekalongan. Kegiatan lainnya di Taman Tino Sidin ini cukup berkesan buat dia. Dengan riang dia memamerkan gambar burung buatannya ke saya. Ini bocah sebenarnya sama dengan emaknya sih, sama-sama nggak bisa menggambar :D Tapi kami berdua sama-sama merasa senang hari itu karena berhasil menggambar burung yang, yaaaa.....kalau menurut kami sih bagus. Hihi.
Terima kasih Taman Tino Sidin, atas penyambutan dan keramahannya. Terima kasih komunitas Malamuseum, sudah memfasilitasi acara keren ini. Kami tunggu acara seru selanjutnya ya!
- arry -
Sumber Pustaka :
Joesoef, Daoed dkk, 2015, Tino Sidin - Guru Gambar dan Pribadi Multi Dimensional, Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Jakarta.
Mas Erwin (baju merah) dan Bu Titik (baju hijau) memberikan sambutan untuk membuka acara |
Seusai sambutan, kami langsung diajak berkeliling area museum. Didampingi oleh Mbak Savi dari Taman Tino Sidin, kami mengamati tiap sudut museum 2 lantai ini. Sebenarnya bangunan museum ini terdiri dari 3 lantai, namun lantai ketiga hanya berisi perpustakaan mini. Sementara ruangan display museum berada di lantai 1 dan 2 saja. Di lantai 1 diletakkan koleksi benda-benda memorabilia milik Pak Tino Sidin, dan juga foto-foto berbagai kegiatan yang dilakukan Pak Tino Sidin. Ternyata semasa hidupnya Pak Tino Sidin pernah bermain film lho. Rupanya beliau jago akting juga.
Mbak Savi memandu kami saat berkeliling di area museum |
Mbak Savi memperlihatkan slip honor Pak Tino Sidin ketika mengasuh acara Gemar Menggambar di TVRI. Kala itu honornya adalah Rp.3000. |
Di lantai 2 kita bisa menyaksikan berbagai karya gambar dan lukisan Pak Tino Sidin. Seperti sudah saya sebutkan di atas tadi, di museum ini terdapat 115 sketsa hitam putih, 35 sketsa cat dan spidol, dan sekitar 31 lukisan dengan teknik cat minyak dan cat acrylic. Yang menarik perhatian saya adalah sketsa hitam putih yang dibuat Pak Tino Sidin. Banyak di antara sketsa tersebut yang dibuat untuk mendokumentasikan kegiatan yang diikuti oleh beliau. Jadi alih-alih menggunakan kamera untuk mengabadikan kegiatannya, Pak Tino Sidin membuat sketsa menggunakan spidol. Aih....keren sekali. Oh ya, di awal tur Mbak Savi memperingatkan bahwa kami diijinkan memotret di dalam museum namun tidak diperbolehkan menggunakan lampu kilat.
Sketsa yang dibuat Pak Tino Sidin saat menghadiri rapat Kwartir Daerah (Kepanduan/Pramuka) di Kaliurang, Yogyakarta. |
Selesai tur berkeliling museum, kelompok anak-anak dan orangtua dipisah. Anak-anak diajak ke lantai 2, sedangkan para ortu di lantai 1. Di lantai 1 kami diajak menggambar dengan dibimbing oleh Pak Tino Sidin. Hah? Kok bisa? Tentu bisa, karena Pak Tino Sidin mengajari kami lewat tayangan video. Hehe. Video ini adalah rekaman acara Gemar Menggambar yang dulu ditayangkan TVRI, dan merupakan satu-satunya video yang dimiliki oleh Taman Tino Sidin. Menurut Bu Titik, rekaman acara Gemar Menggambar sebenarnya masih disimpan lengkap oleh pihak TVRI, namun mereka kesulitan untuk memidahkannya ke dalam bentuk digital yang kompatibel dengan perangkat pemutar video yang ada saat ini. Dalam 10 tahun ini baru 1 video yang berhasil dipindahkan sehingga hanya video tentang menggambar burung inilah satu-satunya yang dimiliki oleh Taman Tino Sidin. Dikarenakan masalah hak cipta, kami dilarang merekam video tersebut selama ditayangkan, namun diperbolehkan untuk memotret.
Pak Tino Sidin memandu kami menggambar via video |
Rasanya nostalgia sekali bisa menyaksikan Pak Tino Sidin beraksi di layar kaca. Serasa kembali ke era 80an di mana tiap Minggu sore saya sudah duduk manis di depan tv menunggu acara Gemar Menggambar. Kami diberi kertas, spidol, dan krayon, lalu praktek menggambar dengan mengikuti petunjuk dari Pak Tino Sidin di layar tv di hadapan kami. Berkali-kali Pak Tino Sidin "menyemangati" kami supaya tidak takut menarik garis dan membuat lengkungan. Bahkan di video tersebut ditunjukkan Pak Tino Sidin salah membuat coretan, namun ada saja cara beliau menyamarkan kesalahan tersebut sehingga tidak terlihat mengganggu. Hari itu kami menggambar tiga jenis burung dibawah arahan Pak Tino Sidin. Sebenarnya masih ada gambar keempat, tapi sebagian besar peserta merasa sudah cukup menggambar tiga gambar saja. Capek kalau saya sih, harus menjaga garis dan lengkungan yang saya buat supaya tidak salah. Lha wong kami menggambar menggunakan spidol, ya tidak bisa dihapus kan kalau ada kesalahan. Kalau Pak Tino Sidin sih salah menarik garis bisa langsung memperbaiki, sedangkan saya cuma bisa bingung garuk-garuk kepala kalau garisnya salah. Hahaha.
3 buah gambar burung yang saya buat berdasarkan petunjuk dari Pak Tino Sidin |
Lalu, apa ya yang dikerjakan anak-anak di lantai 2? Di perjalanan pulang dan di rumah Si Bocah bercerita bahwa anak-anak diajak mendongeng, bernyanyi sambil berjoget, dan menggambar.
"Aku nggak mau ikutan nyanyi sama jogetnya, soalnya terlalu kekanak-kanakan."
Hahaha.....baiklah, untuk si pra-remaja ini rupanya tidak semua kegiatannya cocok buat dia. Tapi sungguh dia sangat menyukai kegiatan kunjungan ke museum, sama antusiasnya seperti saat kami mengunjungi Museum Geologi Bandung, atau ketika kami berkunjung ke Museum Batik Pekalongan. Kegiatan lainnya di Taman Tino Sidin ini cukup berkesan buat dia. Dengan riang dia memamerkan gambar burung buatannya ke saya. Ini bocah sebenarnya sama dengan emaknya sih, sama-sama nggak bisa menggambar :D Tapi kami berdua sama-sama merasa senang hari itu karena berhasil menggambar burung yang, yaaaa.....kalau menurut kami sih bagus. Hihi.
Gambar buatan Si Bocah |
Terima kasih Taman Tino Sidin, atas penyambutan dan keramahannya. Terima kasih komunitas Malamuseum, sudah memfasilitasi acara keren ini. Kami tunggu acara seru selanjutnya ya!
- arry -
Sumber Pustaka :
Joesoef, Daoed dkk, 2015, Tino Sidin - Guru Gambar dan Pribadi Multi Dimensional, Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Jakarta.
Taman Tino Sidin
Jl. Tino Sidin 297, Kadipiro, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul.
Telp : 0274 - 618846
Website : www.tamantinosidin.net
Email : info@tamantinosidin.net
Instagram : @tinosidin_
--------
Komunitas Malam Museum
Instagram : @malamuseum
Facebook : Malamuseum
43 komentar
Aduuuuh kangen sekali sama acara almarhum, dulu kalau nonton rasanya pingin ngirim gambar deh, karena komentarnya menyenangkan. Kalau dekat pingin anak saya les gambar disana, semoga pengajarnya memiliki karakter seperti alm. pak Tino sidin ya
BalasHapusKemarin ada peserta acara yang bilang kalau pengajar di sanggarnya itu Ibu Titik sendiri mbak, puteri bungsu Pak Tino Sidin.
HapusAku dulu penggemar pak Tino Sidin loh,
BalasHapusnungguin tiap sore di TVRI soalnya aku kan suka gambar ya, kadang kesel soalnya komen beliau itu kok ya gak kreatif banget. "Ya, bagus" udah gitu doang
pernah juga kirim gambar, komennya tapi teteeep "Ya, bagus" dan girang sendiri
Wah keren mbak, gambarnya pernah tayang ya di TVRI. Kalau aku gak bisa nggambar mbak, jadi gak berani ngirim ke TVRI. Hihi
HapusBagus kak gambar burungnya. Aku samar-samar nih mengingat sosok beliau. Mungkin karena dulu lebih banyak nonton film kartun.
BalasHapusSama mbak, aku juga dulu senengnya nonton kartun, tapi acaranya Pak Tino tetep setia ditunggu :D
HapusPujakesuma, kayak mas suami akuuu 😂😂😂
BalasHapusBtw dari postingan mba arry ini baru tau ada taman Tino Sidin. Jadi kepengen main kesana jugaak
Aku tau istilah pujakesuma waktu tinggal di medan mbak. Di sana banyak pujakesuma soalnya. Hehe. Mampir ke Taman Tino Sidin mbak next time ke Jogja lagi. Mbak Lina sering kan main ke Jogja.
HapusSaya jadi tahu banyak tentang biografi Pak Tino Sidin dan asal usulnya melalui artikel ini. Seperti jika suatu saat ke Jogja, saya mau mampir ke Bantul buat ajakin anak anak ke Taman Tino Sidin. Makasih sudah dijelaskan dengan lengkap.
BalasHapusSiyapppp....sama-sama mbak :)
HapusKe mana saja ya saya selama ini? Udah sering ke Jogja tapi belum tahu Museum Tino Sidin.
BalasHapusKisah hidupnya cukup panjang juga ya. Yang asli keturunan Jawa, lahir di Sumatera dan akhirnya kembali ke Jogja.
Wah, dulu tayang tahun 80 an di TVRI, dan fee-nya Rp 3.000,00
Kalau sekarang kira-kira berapa ya? *duh malah kepo.
Semoga rekaman-rekaman video Alm. Pak Tino bisa ada lagi dalam bentuk digital. Syukur-syukur bisa tayang kembali di TVRI. Karena TVRI sekarang bagus banget gambarnya.
Aamiin....semoga bisa segera tayang lagi di tv ya mbak. Aku jg kangen sama Gemar Menggambarnya Pak Tino
HapusAku termasuk generasi 80an mba...yang nunggu pak tino sidin menggambar juga. Tapi karena hanya sebagai penonton, nggak pernah praktek...aku ga bisa gambar.
BalasHapusYa..ampun, aku baru ngerti ada Taman Tino Sidin dari postinganmu mba.. kemana aja aku selama ini ya? Fokus di Soto2 aja deh kayaknya. Tamannya berarti deket2 soto sawah, soto kadipiro itu kan??
Pengen ah, ke sana, ajak bocahku.
Iya mbak, deket Soto Kadipiro. Pak Tino Sidin sendiri akrab sekali dengan keluarga pemilik Soto Kadipiro. Kalau baca bukunya, di situ disebutin malah Pak Tino itu pernah dipinjami rumah selama belasan tahun oleh pemilik Soto Kadipiro itu.
HapusAku juga engga tahu bun sama pak tino sidin. Tahun 80an aku belum lahir hehe. Tapi bagus yah konsep museumnya meskipun dirumah tapi banyak juga aktivitas yang diadakan. Jadi pengunjung juga ga bosan yah
BalasHapusMenyenangkan mbak kalau berkunjung ke Taman Tino Sidin, serasa lagi bertamu ke rumah orang, bukan berkunjung ke museum. Hehe
HapusMasya Allah, kangen ya sama beliau ingat zaman SD..aku jadi pengen ajak anak-anak kesana mba..makasih artikelnya..bagi pak Tono Sidin semua gambar anak-anak bagus ya..
BalasHapusIya mbak, semua gambar anak-anak dibilang bagus, jadi si anak pede menggambar dan menunjukkan karyanya :)
HapusSaya dulu jaman kecil sangat menantikan acaranya mbak, siap dengan kertas gambar dan juga pensilnya.
BalasHapusWah, baru tahu kalau ada taman Tino Sidin, di jogja pula. Bisa jadi tujuan ini kalau pas ke jogja sama anak-anak
Iya mbak, bisa jadi destinasi wisata edukasi buat anak-anak. Jangan cuma wisata selfie melulu ya mbak. Haha
Hapusomai..ternyata beliau lahir dan bertumbuh di tebing tinggi. jadi tahu karena postingan mba arry ini. saya ga punya memori ttg tayangan beliau di tv. tapi dari kecil sdh tahu kalau pak tino itu jagooo gambar
BalasHapusSyukurlah kalau generasi di bawahku masih ada yang tahu kalau beliau itu jago banget ngegambarnya :D
Hapusbaru tahu kalo di Jogja ada museum Tino Sidin.
BalasHapusanakku pasti suka nih diajak ke sini :)
Kalau putra/putrinya masih kecil, bisa dibelikan buku menggambar ala Pak Tino Sidin di sana mbak, yg gambarnya dari bentuk sederhana seperti dari angka 2 terus bisa jadi gambar bebek. Di bagian merchandise ada dijual bukunya, anak-anak pasti suka deh kalo praktek menggambar dengan cara yg mudah begitu :)
HapusSenangnyaaa meski beliau telah berpulang, serasa masih ada ya. Semua peninggalannya tertata rapi dalam museum berkonsep homey. Belum lagi ada pemutaran video beliau yg mandu kita berlatih gambar .. semoga suatu saat saya bisa ke sana. Aamiin
BalasHapusPokoknya bangga deh mbak waktu Pak Tino Sidin bilang "Ya....bagus!". Serasa beliau lagi muji gambar buatan saya. Hahaha....ge er banget dah :)))
HapusNama Pak Tino Sidin melegenda banget, dulu kalau ada acaranya Pak tino adalah salah satu acara favorit, meski tdk pandai menggambar tapi suka banget dengan cara beliau mengajari menggambar. Samar-samar yang masih bisa saya ingat, Pak Tino Sidin spt ada mirip2nya sama Kak Seto ya? Atau saya yang dejavu melihat Kak seto mirip pak Tino?
BalasHapusSama-sama disukai anak-anak, jadinya terlihat mirip ya mbak? :)
HapusWah kereen ya mba museumnya. Dan aku langsung keingetan beliau yang sosoknya khas banget. Btw aku udah follow blognya yaaa
BalasHapusWaaah, Pak Tino Sidin, aku suka banget acaranya dulu iniii. Diam-diam ngikutin caranya di rumah, tapinga berani kirim. Hehe.
BalasHapusBantul, aduh saya jadi pengen mampir ke sini
BalasHapuskayak rumah banget ini museumnya. Beliau meninggalkan harta berharga untuk anak-anak Indonesia. Terima kasih bapak
Walaupun belum ngalamin jaman Pak Tino Sidin, aku kagum sama kisah hidupnya mba. Semoga ada kesempatan buat bisa berkunjung ke museumnya di Bantul. 🙏
BalasHapusBagus bagus bagus... kalimat yang paling diingat kalau pelajaran ngambar dimulai
BalasHapusWah baru tahu ada museum pak Tino sidin. Yg tau siapa pak Tino sidin ketahuan deh umurnya hehehe
BalasHapusDulu acara pak tino sidin ini favorit banget, wajib kudu nonton dan suka liat komentar2nya yang semua dibilang bagus. Wah, ternyata ada tamannya ya.
BalasHapusWah saya baru tahu ada museum ini.
BalasHapusCocok lagi sama aku yang angkatan 80an.
Bisa nostalgia beneran.
Pak Tino Sidin ini yang mana ya, aku lupa. Dan baru tahu ternyata ada museumnya ya.
BalasHapusTahun 80an aku baru lahir. Kalau tahun 90an pak raden nih yang isi acara menggambar ini
BalasHapusulasannya menarik, lengkap mb arry
BalasHapusPengen juga ngajak anak kenalan sama pak tino sidin ah besokk semoga kesampaian
BalasHapusJadi pengen ke Museumnya ngajak adik, pasti asik bisa gambar seperti yg diajarkan pak Tino
BalasHapusBelumm pernahh ke museum ini.. 😢
BalasHapusPak tino ini termasuk figur yang memberi semangat orang-orang yang tidak bisa memggambar seperti saya untuk berani mengekspresikan diri dengam mantra "jangan takut-takut" hihi...
BalasHapusKomentar Anda dimoderasi. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya :)
Silakan tinggalkan pesan di kolom komentar dan saya akan membalasnya. Sering-sering berkunjung ya, untuk mengecek dan membaca artikel lainnya di blog ini. Terima kasih. Maturnuwun. Thank you. Danke.